Elsa ![]() Bigfoots! ![]() Credits! ![]()
| Olimpiade di Jakarta part II Sudah baca part I? Sekarang Part II.
“Oke, El. Siapa takut,” Ujar Nurul
mengikutiku. Kami menaiki sebuah pesawat, disambut pramugari-pramugarinya,
kemudian mencari tempat duduk.
“Ya ampun,” Gunamku. Ternyata aku
duduk diantara dua murid laki-laki dari SD Muhammadiyah 2 Denpasar!
“El, ada apa?” Tanya Pak Gito. Pak
Gito adalah nama kecil dari Pak Sugito.
“Pak, saya mau pindah duduk. Saya
tidak mau duduk diantara anak laki-laki,” Ujarku.
Alhamdulillah, akhirnya aku bisa
bertukar tempat duduk dengan seorang murid laki-laki. Maka, aku duduk di antara
Pak Gito dan seorang murid perempuan dari SD Muhammadiyah 2 Denpasar. Entahlah
siapa namanya, Elsa sudah lupa.
Pesawat mulai take-off (berangkat). Sambil mengencangkan sabuk pengaman, aku
bersama temanku itu mengobrol sebentar, kemudian temanku tadi tertidur. Begitu
pula dengan Pak Gito. Oh, ya, perjalanan dari Denpasar ke Jakarta itu
membutuhkan waktu 2 jam. Sambil menunggu, aku bernyanyi dalam hati.
Pesawat berangkat jam 17.00 WITA,
maka waktu kami sampai di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta kira-kira 18.00 WIB.
Kami menuju tempat penjemputan. Kami semua akan diantar oleh anak dari Bu Fitri
dan kerabat dari salah satu guru dari SD Muhammadiyah yang lain.
Pertama-tama, kami ke Jakarta Timur
dahulu. Kemudian kami mencari tempat makan yang cocok. Pilihan jatuh kepada
sebuah rumah makan yang menyediakan lalapan.
Masing-masing murid mengorder segelas
es teh. Begitu pula diriku. Tetapi begitu dicoba, es teh milik ketiga temanku
dari SD Muhammadiyah 2 (lagi-lagi lupa namanya, nih. Tetapi Elsa ingat salah
nama salah satu dari mereka, yaitu Latifa) tidak manis alias tawar. Makanya,
mereka memintaku untuk meminta gula.
“Ayo, dong, El. Bantu mereka,” Nurul
mendorong-dorong bahuku.
“Enggak. Kalian saja yang lakukan,”
Jawabku cuek sambil membalas SMS dari Tante Angel.
“Yaah … lebih baik kamu, El. Kan kamu
berani,” Nurul mendorong-dorong bahuku lebih keras. Tetapi aku terdiam sambil
tetap membalas SMS Tante Angel. Dan akhirnya aku jera juga, deh.
“Ya sudah,” Aku mengirim pesan
kemudian memasukkan kembali HP-nya ke dalam tas. Aku berjalan menuju dapur.
“Permisi, bu …,” Aku masuk ke dalam
dapur. Disana ada seorang ibu-ibu membakar lalapan kami.
“Iya, ada apa, mbak?” Tanya ibu itu
sambil menoleh kearahku.
“M … mau minta gula sedikit, bu,”
Jawabku. Kemudian ibu itu memberikanku sebuah toples berisi gula. Aku segera
berterima kasih, kemudian berlari kecil menuju teman-temanku tadi.
“Mana gulanya?” Nurul menagih gula
dengan suara serak. Mendekati suara preman. Hahaha ….
“Nih,” Aku menyodorkan toples berisi
gula tadi kepada Nurul.
Nurul menaruhnya di meja, membukanya,
kemudian diserbu oleh ketiga anak tadi. Karena menurutku lucu karena tangan
mereka tersangkut di dalam toples, maka aku segera mengambil kamera milik bapak
dari dalam tas, dan memotretnya. Tetapi, Latifa sangat pemalu. Sehingga dia
segera menutup wajahnya. Jadi, hasilnya jelek, deh.
“Nurul, lihat kesini,” Sahutku kepada
Nurul yang berada di depanku. Kemudian aku menjepretnya.
“Ini dia nasi lalapannya,” Ibu
penjual menyodorkan lima piring ayam lalapan beserta sambal, nasi, dan sayur
mayurnya.
Kemudian ibu penjual tadi mengambil
toples gula setelah kami menyatakan bahwa kami sudah menambahkannya ke dalam teh
kami. Kami berdo’a bersama, kemudian makan serakus-rakusnya.
Bersambung....
Label: karya, sekolah, teman, tulis menulis |